Breaking News

Ricuh Aksi Mahasiswa di Labuha: Polisi Diduga Aniaya Massa, Kohati HMI Tuntut Kapolres Halsel Bertanggung Jawab



Medan pers id Labuha, Halmahera Selatan – Gelombang protes mahasiswa yang digelar di pusat Kota Labuha berubah menjadi tragedi setelah aparat kepolisian diduga melakukan tindakan represif terhadap peserta aksi. Massa yang sebagian besar berasal dari Korps HMI- (Kohati) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Labuha menjadi korban pemukulan, menambah daftar panjang kasus dugaan kekerasan aparat dalam ruang demokrasi.

Saksi mata menyebutkan, insiden bermula ketika massa aksi menyampaikan aspirasi mereka di depan salah satu kantor pemerintahan daerah. Orasi berlangsung dengan lantang, mengkritisi kebijakan yang dianggap merugikan rakyat. Namun, tensi meningkat ketika aparat mencoba membubarkan kerumunan dengan dalih menjaga ketertiban. Situasi yang semula terkendali mendadak ricuh.

“Tidak ada perlawanan dari kami, tapi aparat tiba-tiba memukul dan mendorong mahasiswa, bahkan ada kader perempuan yang jadi korban. Ini jelas pelanggaran hukum dan pelecehan terhadap demokrasi,” ungkap salah satu aktivis HMI di lokasi kejadian.

Tuntutan Keras Kohati HMI Kohati HMI Cabang Labuha langsung mengeluarkan pernyataan sikap mengecam keras tindakan brutal aparat. Mereka menilai tindakan pemukulan terhadap kader perempuan bukan hanya menciderai nilai-nilai demokrasi, tetapi juga bentuk nyata penyalahgunaan kekuasaan.

“Kami menuntut Kapolres Halmahera Selatan segera bertanggung jawab dan memberikan penjelasan terbuka kepada publik. Kekerasan terhadap mahasiswa, apalagi kader perempuan, tidak bisa ditoleransi,” tegas perwakilan Kohati HMI dalam keterangannya.

Mereka juga menegaskan bahwa aksi mahasiswa merupakan hak konstitusional yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Namun, aparat kepolisian justru dituding melanggar amanat undang-undang tersebut dengan cara represif.

Gelombang Desakan dari Publik
Tidak hanya dari kalangan mahasiswa, sejumlah tokoh masyarakat dan aktivis sipil di Halmahera Selatan mulai bersuara lantang mengecam tindakan aparat. Mereka menilai kekerasan dalam aksi adalah bentuk pembungkaman terhadap kritik rakyat.

“Polisi seharusnya menjadi pengayom dan pelindung masyarakat, bukan malah bertindak layaknya algojo yang memukuli mahasiswa. Kapolres Halsel harus segera mengambil sikap, kalau tidak ini akan meruntuhkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian,” ujar salah satu aktivis pergerakan di Halsel.

Polres Halsel Bungkam Hingga berita ini diturunkan, pihak Polres Halmahera Selatan belum mengeluarkan keterangan resmi terkait dugaan pemukulan tersebut. Sikap bungkam aparat justru memicu spekulasi dan semakin memperkeruh suasana.

Publik kini mendesak agar peristiwa ini segera diusut tuntas secara transparan. Banyak pihak menegaskan bahwa jika tidak ada langkah tegas, kasus ini bisa menjadi preseden buruk yang mengancam ruang kebebasan berekspresi di Halmahera Selatan.

Demokrasi yang Terkoyak Insiden represif ini menunjukkan masih rapuhnya iklim demokrasi di daerah. Kekerasan terhadap mahasiswa dianggap sebagai sinyal bahwa aparat belum sepenuhnya mampu menempatkan diri sebagai penjaga demokrasi.

“Aksi mahasiswa adalah suara nurani rakyat. Kalau mahasiswa dipukul, artinya rakyat dibungkam,” pungkas pernyataan sikap Kohati HMI yang menutup dengan seruan agar solidaritas pergerakan terus digelorakan sampai keadilan ditegakkan. Redaksi

© Copyright 2022 - MEDAN PERS