Breaking News

Indonesia Lahir Dari Rahim Ribuan Hektar Tanah Yang Dikuasai Oleh Berbagai Kerajaan Kerajaan Agung Nan Gagah









Indonesia 22/8/2025, MedanPers. Id
Sejarah itu selalu soal perspektif. Yang satu bilang pahlawan, yang lain bilang pengkhianat. Tergantung siapa yang menulis, siapa yang menang, dan siapa yang punya suara lebih keras.


Kok bisa sih pembuat gambar lambang negara jadi pemberontak?
Buku-buku yang kita baca sejak kecil biasanya versi nasionalis Jakarta: jelas, tegas, hitam-putih pahlawan di satu sisi, musuh di sisi lain.


Dari mata Sultan Hamid :

Sultan Hamid II tersenyum sinis mendengar kata "pemberontak". "Pemberontak? Apa-apaan itu?" pikirnya. Pontianak telah berdiri ratusan tahun sebelum ideologi nasionalisme lahir.

Mereka sudah menjadi pemimpin turun-temurun, anak-anak mereka lahir untuk menjadi raja.

Lalu tiba-tiba datang orang Jakarta, klaim rumahmu, klaim wilayahmu, tanpa bertanya. Bagi Sultan, ini soal "leluhur, martabat, dan warisan yang tidak bisa diganggu".

"bukankah Kalian sendiri yang menandatangani RIS," katanya. "Yang tanda tangan Renville juga siapa kalau bukan kalian? Kemarin mengakui, sekarang menolak!"

"Dan lagian Kesultanan kami legal sebab sudah diakui oleh Dunia Internasional sesuai dalam perjanjian kalian."

Bagi Sultan, bergabung dengan APRA dan Pro kepada RIS bukan pengkhianatan. 
Bagi Sultan, bergabung dengan APRA dan Pro kepada RIS bukan pengkhianatan. Itu cara terakhir mempertahankan kerajaan, melindungi rakyat, dan menjaga sejarah yang sah. Diam berarti menyerahkan warisan, identitas, dan kehormatan tanpa perlawanan.

Buku sejarah yang kita baca biasanya versi Jakarta. Perspektif raja, kesultanan lokal, dan dilema federalisme apalagi versi Islam jarang disentuh. Peristiwanya sama, tapi cara pandang berbeda.

Beberapa kesultanan Islam, seperti Bulungan dan Langkat, bahkan ditaklukkan secara paksa membuat sejarah terasa "ngeri-ngeri sedap"

lalu apa konsekuensi sebuah kerajaan ketika menyerahkan kedaulatannya kepada republik?

Mereka bukan raja lagi, sama seperti kamu menyerahkan harta warisan mu ke orang lain. tapi ini dalam konteks negara.

kamu hanya jadi tokoh adat bukan lagi pemimpin negara.

wilayahmu yang tadinya kerajaan kini jadi kecamatan.





Bagi Nasionalis, kerajaan-kerajaan feodal yang masih bertahan diera modern itu sebagai "feodal, kolot, primitif". Ribuan kepala adat dan aturan turun-temurun dianggap hanya menghambat persatuan.

Adanun comus antitas federal nasca Indonesia
© Copyright 2022 - MEDAN PERS